Rabu, 25 Mei 2011

Puisi dengan pendekatan Strata Norma Roman Ingarden

TANAH KELAHIRAN

Seruling di pasir tipis, merdu
antara gundukan pohon pina
tembang menggema di dua kaki
Burangrang – Tangkubanprahu
Jamrut di pucuk-pucuk
Jamrut di air tipis menurun
Membelit tangga di tanah merah
dikenal gadis-gadis dari bukit
Nyanyikan kentang sudah digali
kenakan kebaya merah kepewayangan
Jamrut di pucuk-pucuk
Jamrut di hati gadis menurun.

Karya : Ramadan K.H.




Analisis dengan pendekatan Strata Norma Roman Ingarden

1. Lapis Bunyi
Pada bait pertama puisi Tanah Kelahiran lapis bunyinya adalah asonansi a dan u.
Contoh :
Seruling di pasir tipis, merdu
antara gundukan pohon pina
tembang menggema di dua kaki
Burangrang – Tangkubanprahu

Pada bait kedua ada asonansi u.
Contoh:
Jamrut di pucuk-pucuk
Jamrut di air tipis menurun
Pada bait ketiga ada asonansi a dan e.
Contoh :
Membelit tangga di tanah merah
dikenal gadis-gadis dari bukit
Nyanyikan kentang sudah digali
kenakan kebaya merah kepewayangan

pada bait keempat ada asonansi u.
Contoh :
Jamrut di pucuk-pucuk
Jamrut di hati gadis menurun.



2. Lapis Arti
Pada bait pertama pada puisi Tanah Kelahiran melukiskan tanah kelahiran yang terletak di antara Gunung Burangrang dan Tangkubanprahu sebagai daerah yang tenang tenteram dengan memanfaatkan kata pelambang : suling, merdu, tembang.
Contoh :
Seruling di pasir tipis, merdu
antara gundukan pohon pina
tembang menggema di dua kaki
Burangrang – Tangkubanprahu

Pada bait kedua melukiskan tanah kelahiran penyair sebagai daerah yang amat indah, kaya, dan subur. Pucuk-pucuk pohon hijau berkilauan seperti jamrut (batu permata berwarna hijau), demikian pula airnya yang jernih.
Contoh :
Jamrut di pucuk-pucuk
Jamrut di air tipis menurun

Pada bait ketiga melukiskan daerah yang berbukit-bukit dan jalan-jalannya dibuat seperti tangga yang seolah-olah membelit di tanahnya yang merah. Penduduknya hidup makmur dan bahagia, yang dilukiskan dengan kata-kata : gadis, nyanyikan kentang sudah digali, kenakan kebaya merah kepewayangan.
Contoh :
Membelit tangga di tanah merah
dikenal gadis-gadis dari bukit
Nyanyikan kentang sudah digali
kenakan kebaya merah kepewayangan

Pada bait keempat menekankan lagi keindahan, kekayaan, serta kesuburan tanah kelahiran penyair dengan penduduknya yang baik hati.
Contoh :
Jamrut di pucuk-pucuk
Jamrut di hati gadis menurun.
3. Lapis Dunia
Pada bait pertama pada puisi Tanah Kelahiran melukiskan tanah kelahiran yang terletak di antara Gunung Burangrang dan Tangkubanprahu
Pada bait kedua melukiskan tanah kelahiran penyair sebagai daerah yang amat indah, kaya, dan subur. Pucuk-pucuk pohon hijau berkilauan, demikian pula airnya yang jernih.
Pada bait ketiga melukiskan daerah yang berbukit-bukit dan jalan-jalannya dibuat seperti tangga yang seolah-olah membelit di tanahnya yang merah. Penduduknya hidup makmur dan bahagia
Pada bait keempat menekankan keindahan, kekayaan, serta kesuburan tanah kelahiran penyair dengan penduduknya yang baik hati.



4. Lapis Metafisis
Pada puisi ini penyair menyatakan bahwa tanah kelahirannya begitu indah dan mempesona serta kesuburan tanah kelahiran penyair dengan penduduknya yang baik hati.
Contoh :
Jamrut di pucuk-pucuk
Jamrut di air tipis menurun
Jamrut di pucuk-pucuk
Jamrut di hati gadis menurun.

Puisi dengan pendekatan Strata Norma Roman Ingarden

GADIS PEMINTA-MINTA

Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Ingin aku ikut gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tetapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda


Karya : Toto Sudarto Bachtiar



Analisis dengan pendekatan Strata Norma Roman Ingarden

1. Lapis Bunyi
Pada baris ke-1 ada asonansi e.
Contoh :
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil

Pada baris ke-2 sampai ke-4 ada asonansi a dan u.
Contoh :
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa

Pada baris ke-5 ada asonansi e.
Contoh :
Ingin aku ikut gadis kecil berkaleng kecil

Pada baris ke-6 sampai ke-12 ada asonansi a dan u.
Contoh :
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tetapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku

Pada baris ke-13 sampai ke-16 ada asonansi a.
Contoh :
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda

Jadi, yang lebih dominan lapis bunyi dalam puisi Gadis Peminta Minta adalah asonansi a.



2. Lapis Arti
Pada bait pertama dan bait kedua puisi Gadis Peminta Minta meceritakan bahwa penyair sangat menyayangi gadis-gadis kecil yang meminta-minta dengan membawa kaleng kecil. Mereka hidup gembira meskipun kemewahan dan gemerlapnya dunia hanya melintas-lintas di angannya.
Contoh :
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Ingin aku ikut gadis kecil berkaleng kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang

Pada bait ketiga penyair mengingatkan kepada kita semua bahwa kemanusiaan gadis peminta-minta itu derajatnya sama dengan kemanusian kita, yang mana Gadis Peminta Minta itu mempunyai arti yang sangat besar bagi kota itu.
Contoh :
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tetapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bisa membagi dukaku
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda

Penyair sangat iba melihat kenyataan itu, dan sangat sedih menyaksikan kehidupan mereka. Tapi kesedihan itu tidak dapat tersampaikan kepada mereka.



3. Lapis Dunia
Pada bait pertama dan bait kedua, puisi Gadis Peminta Minta ini menyatakan bahwa mereka adalah anak-anak yang penuh derita, tapi tak dirasakannya sebagai penderitaan. Kebahagiaan mereka pun berada digemerlapnya dunia.
Pada bait ketiga menyatakan bahwa martabat mereka lebih tinggi dari menara katedral meskipun hidupnya di kolong jembatan, di atas air sungai yang kotor. Gadis Peminta Minta mempunyai arti yang sangat besar bagi kota itu. Sehingga kota itu tak lagi punya tanda, bulan tak ada lagi yang punya bila gadis itu mati, sehingga kota dan bulan akan bersedih.



4. Lapis Metafisis
Penyair menceritakan bahwa ia sangat iba dan sangat sedih melihat kenyataan yang telah dialami oleh gadis-gadis kecil itu. Tapi kesedihannya tak dapat tersampaikan kepada mereka. Dan penyair pun mengingatkan kepada kita bahwa kemanusiaan gadis peminta-minta itu derajatnya sama dengan kemanusiaan kita.
Contoh :
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral

Puisi dengan pendekatan Strata Norma Roman Ingarden

PEREMPUAN PEREMPUAN PERKASA

Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta,
dari manakah mereka
Ke stasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa
sebelum peluit kereta pagi terjaga,
Sebelum haru bermula dalam pesta kerja
Perempuan-perempuan yang membawa bakul dalam kereta,
ke manakah mereka
Di atas roda-roda baja mereka berkendara
Mereka berlomba dengan surya menuju gerbang kota
merebut hidup di pasar-pasar kota
Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta,
siapakah mereka
Mereka ialah ibu-ibu yang perkasa
akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota
Mereka: cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa

Karya : Hartoyo AndangJaya




Analisis dengan pendekatan Strata Norma Roman Ingarden

1. Lapis Bunyi
Pada baris ke-1 dan ke-2 ada asonansi a.
Contoh :
Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta,
dari manakah mereka

Dan pada baris ke-1 dan ke-2 pun terdapat aliterasi m (Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta ; dari manakah mereka).



Pada baris ke-3 dan ke-4 ada asonansi a dan e.
Contoh :
Ke stasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa
sebelum peluit kereta pagi terjaga,

Pada baris ke-5 dan ke-6 ada asonansi a dan e.
Contoh :
Sebelum haru bermula dalam pesta kerja
Perempuan-perempuan yang membawa bakul dalam kereta

Pada baris ke-7 dan ke-8 ada asonansi a dan e.
Contoh :
ke manakah mereka
Di atas roda-roda baja mereka berkendara

Pada baris ke-9 dan ke-10 ada asonansi a dan e.
Contoh :
Mereka berlomba dengan surya menuju gerbang kota
merebut hidup di pasar-pasar kota

Pada baris ke-11 dan ke-12 ada asonansi a dan e.
Contoh :
Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta,
siapakah mereka

Pada baris ke-13 dan ke-14 ada asonansi a.
Contoh :
Mereka ialah ibu-ibu yang perkasa
akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota

Pada baris ke-15 ada asonansi a.
Contoh :
Mereka: cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa

Jadi, pada puisi Perempuan Perempuan Perkasa ini yang paling dominan adalah asonansi a.


2. Lapis Arti
Pada baris ke-1 sampai baris ke-7 menceritakan betapa gigihnya perjuangan hidup wanita-wanita pedesaan. Mereka datang dari tempat yang jauh pada saat hari masih gelap.
Contoh :
Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta,
dari manakah mereka
tasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desa
sebelum peluit kereta pagi terjaga,
Sebelum haru bermula dalam pesta kerja
Perempuan-perempuan yang membawa bakul dalam kereta,
ke manakah mereka

Pada baris ke-8 sampai baris ke-15 menceritakan bahwa Mereka adalah pekerja-pekerja yang gigih dan keras kehidupannya. Mereka berjuang mati-matian untuk menghidupi keluarga, menghidupi desanya.
Contoh :
Di atas roda-roda baja mereka berkendara
Mereka berlomba dengan surya menuju gerbang kota
merebut hidup di pasar-pasar kota
Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta,
siapakah mereka
Mereka ialah ibu-ibu yang perkasa
akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota
Mereka: cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa



3. Lapis Dunia
Pada baris ke-1 sampai baris ke-7, Puisi ini memberikan kesan betapa gigihnya perjuangan hidup wanita-wanita pedesaan, sehingga di sebutnya sebagai “perempuan-perempuan perkasa”. Mereka datang dari tempat yang jauh pada saat hari masih gelap.
Pada baris ke-8 sampai ke-15 meyatakan bahwa mereka adalah pekerja-pekerja yang gigih dan keras kehidupannya, yang di ungkapkan dengan “di atas roda-roda baja” (lebih memberikan kesan keras daripada “di atas kereta”). Mereka berjuang mati-matian untuk menghidupi keluarga, menghidupi desanya. Kerasnya perjuangan diungkapkan dengan “Merebut hidup” tidak dengan “mencari nafkah, mengais rezeki”.



4. Lapis Metafisis
Pada puisi Perempuan Perempuan Perkasa ini menyatakan bahwa seorang perempuan yang bekerja dan berjuang mati-matian, untuk menghidupi keluarga dan menghidupi desanya.
Contoh :
Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta,
siapakah mereka
Mereka ialah ibu-ibu yang perkasa
akar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kota
Mereka: cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa

Puisi dengan pendekatan Strata Norma Roman Ingarden

1943

Racun berada di reguk pertama
Membusuk rabu teras di dada
Tenggelam darah dalam nanah
Malam kelam membelam
Jalan kaku-lurus. Putus
Candu
Tumbang
Tanganku menadah patah
Luluh
Terbenam
Hilang
Lumpuh
Lahir
Tegak
Berderak
Rubuh
Runtuh
Mengaum. Mengguruh
Menentang. Menyerang
Kuning
Merah
Hitam
Kering
Tandas
Rata
Rata
Dunia
Kau
Aku
Terpaku

Karya : Chairil Anwar

Analisis dengan pendekatan Strata Norma Roman Ingarden

1. Lapis Bunyi

Pembahasan lapis bunyi hanyalah ditujukan pada bunyi-bunyi yang bersifat “istimewa” atau khusus, yaitu bunyi-bunyi yang dipergunakan untuk mendapatkan efek puitis atau nilai seni. Misalnya pada baris ke-1 pada puisi 1943 ada asonansi a dan aliterasi r (racun berada di reguk pertama) ;di baris ke-2 ada asonansi a dan u ; di baris ke-3 ada asonansi a ; di baris ke-4 ada asonansi a dan aliterasi m (Malam kelam membelam); di baris ke-5 ada asonansi a dan u ; di baris ke-8 ada asonansi a ; di baris ke-9 ada asonansi u ; di baris ke-10 ada asonansi e ; di baris ke-12 ada asonansi u ; di baris ke-15 ada asonansi e ; di baris ke-16 - ke-18 ada asonansi u ; di baris ke-19 ada asonansi e ; di baris ke-24 – ke-26 ada asonansi a. Jadi, dalam analisis lapis bunyi pada puisi 1943 Chairil Anwar, yang paling dominant asonansinya adalah vocal berat a dan u.
Contoh :
Racun berada di reguk pertama
Membusuk rabu teras di dada
Tenggelam darah dalam nanah
Malam kelam membelam
Jalan kaku-lurus. Putus

Catatan :

Asonansi : Pengulangan bunyi vokal pada sebuah baris yang sama.

Aliterasi :
1. Pengulangan bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan.
2. Sajak/rima awal.



2. Lapis Arti

Baris 1-5 menggambarkan suasana yang sangat tidak enak, sangat pahit. Kalau dikaitkan dengan zamannya, suasana tersebut adalah zaman penjajahan Jepang yang penuh kekejaman dan kezaliman. Pahitnya suasana itu seperti racun yang membuat dada terasa seakan busuk, dalam keadaan darah --yang merupakan lambang kehidupan—tak ada lagi karena tenggelam dalam nanah (darah busuk), dalam keadaan “malam kelam membelam” (gelap gulita).



Contoh :
Racun berada di reguk pertama
Membusuk rabu teras di dada
Tenggelam darah dalam nanah
Malam kelam membelam
Jalan kaku-lurus. Putus

Pada baris 6-12 penyair mengungkapkan bahwa dirinya hanyut dalam suasana itu, ia hanya pasrah, hanya berdoa; tetapi tak ada hasilnya.
Contoh :
Candu
Tumbang
Tanganku menadah patah
Luluh
Terbenam
Hilang
Lumpuh
Lahir
Tegak
Berderak
Rubuh
Runtuh

Karena dengan hanya menengadahkan tangan tak ada perubahan, penyair pun dengan penuh semangat bangkit memberontak. Meskipun ia tak berdaya, jiwanya tetap tidak menyerah ( baris 13-19).
Contoh :
Lahir
Tegak
Berderak
Rubuh
Runtuh
Mengaum. Mengguruh
Menentang. Menyerang

Namun demikian keadaan tetap tak berubah. Maka penyair pun menyadari bahwa itulah yang sedang dikehendaki Tuhan.


3. Lapis Dunia

Baris 1-5 menceritakan suasana yang sangat tidak enak, sangat pahit. Apabila dikaitkan dengan zamannya, suasana tersebut adalah zaman penjajahan Jepang yang penuh kekejaman dan kezaliman.
Pada baris 6-12 penyair mengungkapkan bahwa dirinya hanyut dalam suasana itu. Pada baris ke 13-19 penyair selalu berdo’a dan penyair pun dengan penuh semangat bangkit memberontak.
Pada baris ke 20-30 penyair menyadari bahwa semua itu telah dikehendaki Tuhan, meskipun penyair telah berdo’a dan penyair pun hanya bisa pasrah.



4. Lapis Metafisis

Suasana yang sangat tidak enak dan sangat pahit. Suasana itu, ia hanya pasrah, hanya berdo’a, tetapi tidak ada hasilnya. Meskipun ia tak berdaya, jiwanya tetap tidak menyerah. Namun demikian keadaan tetap tidak berubah. Maka ia pun hanya menyadari bahwa itulah yang sedang dikehendaki Tuhan.

Contoh :
Tanganku menadah patah
Luluh
Terbenam
Hilang
Lumpuh
Lahir
Tegak
Berderak
Rubuh
Runtuh

Puisi dengan pendekatan Strata Norma Roman Ingarden

JALAN SEGARA

Disinilah penembakan
Kepengecutan
Dilakukan
Ketika pawai bergerak
Dalam panas matahari
Dan pelor pembayar pajak
Negeri ini
Ditembuskan ke punggung
Anak-anaknya sendiri

Karya : Taufiq Ismail





Analisis dengan pendekatan Strata Norma Roman Ingarden

1. Lapis Bunyi

Pembahasan lapis bunyi hanyalah ditujukan pada bunyi-bunyi yang bersifat “istimewa” atau khusus, yaitu bunyi-bunyi yang dipergunakan untuk mendapatkan efek puitis atau nilai seni. Misalnya pada baris ke-1 ada asonansi a dan i ; pada baris ke-2 ada asonansi e ; di baris ke-3 ada asonansi a ; di baris ke-4 ada asonansi a dan e ; di baris ke-5 ada asonansi a ; di baris ke-6 ada asonansi a ; di baris ke-7 ada asonansi i ; di baris ke-8 ada asonansi u ; dan di baris ke- 9 ada asonansi a. Jadi, yang paling dominan dalam puisi Jalan Segara Taufiq Ismail asonansinya adalah a (dalam panas matahari).


2. Lapis Arti

Pada bait pertama puisi Jalan Segara Taufiq Ismail ini melatarbelakangi penembakan di Jalan Segara terhadap para demonstran yang memprotes para pemimpin pada tahun 60-an.
Pada bait kedua para pelajar dan mahasiswa berdemonstrasi dengan cara berpawai dalam suasana panas terik matahari.
Pada bait ketiga dan bait keempat para pelajar dan mahasiswa dihadapi dengan pelor. Pelorlah yang berbicara : mengambil nyawa mereka untuk membayar pajak. Padahal mereka tidak lain adalah “anaknya sendiri” : generasi muda yang akan mewarisi kepemimpinan negeri Indonesia.


3. Lapis Dunia

Bait pertama penembakan terhadap para demonstran. Pada bait kedua para pelajar dan mahasiswa yang sedang berdemonstrasi. Bait ketiga dan keempat pelor yang mengambil nyawa para pelajar dan mahasiswa untuk membayar pajak. Padahal mereka adalah generasi muda yang mewarisi kepemimpinan negeri Indonesia.


4. Lapis Metafisis

Penembakan yang di Jalan Segara terhadap para demonstran yang memprotes para pemimpin pada tahun 60-an. Dimana para pelajar dan mahasiswa menjadi korban penembakan yang mana nyawa mereka untuk membayar pajak. Padahal mereka adalah generasi muda yang mewarisi kepemimpinan negeri Indonesia.

Contoh :

Ditembuskan ke punggung
Anak-anaknya sendiri

Rabu, 11 Mei 2011

Gaya Bahasa

Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah pengungkapan perasaan atau pikiran dengan menggunakan pilihan kata tertentu. Dengan cara itu, kesan dan efek yang ditimbulkan dapat dicapai semaksimal mungkin.

1. Retoris
adalah Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.

Adapun jenis-jenis dari gaya bahasa retoris yaitu, sebagai berikut :
a. Aliterasi adalah pengulangan bunyi konsonan pada awal kata secara berurutan.

Contoh : (aliterasi s)
gadis manis, sekarang iseng sendiri
(puisi “CINTAKU JAUH DI PULAU” karya Chairil Anwar)

b. Asonansi adalah Pengulangan bunyi vokal pada sebuah baris yang sama.

Contoh : (asonansi a)
Nah, ternyata ucapan suka lain dengan tindakan.
(puisi “NAH” karya Eddy D. Iskandar – Horison, Th. IX, Juni 1976 :185)

c. Anastrof atau inverse adalah gaya bahasa yang dalam pengungkapannya terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.

Contoh :
dikenal gadis-gadis dari bukit
p s ket.
(puisi “Tanah Kelahiran “karya Ramadan K.H)

Berdiri aku di senja senyap
p s ket.
(puisi “Berdiri Aku” karya Amir Hamzah)

d. Apofasis adalah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang tampaknya menolak sesuatu, tetapi sebenarnya justru menegaskannya.

Contoh :

Mejaku hendak dihiasi,
Kembang jauh dari gunung
Kau petik sekarangan kembang
Jauh jalan panas hari
Bunga layu setengah jalan
(puisi “Kembang Setengah Jalan” karya Armin Pane)

e. Asindenton adalah gaya bahasa yang berupa sebuah kalimat atau suatu konstruksi yang mengandung kata-kata yang sejajar, tetapi tidak dihubungkan dengan kata-kata penghubung.

Contoh :
Diantara kabut
wangi musim kopi
dan selimut
dingin gerimis pagi
dan gemetar matahari
di manakah wajahmu
(puisi “Bukit Tinggi” karya Hartojo Andangdjaja)

f. Polisindenton adalah gaya bahasa yang berupa sebuah kalimat atau sebuah konstruksi yang mengandung kata-kata yang sejajar dan dihubungkan dengan kata-kata penghubung.

Contoh :
Kita tidur di bumi
Bangun di akhirat
Kelak kita dilempar di dua pintu
Neraka atau surga
(puisi “Dua Pintu Kita” karya Utomo .S.)

g. Kiamus adalah gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus merupakan inversi atau pembalikan susunan antara dua kata dalam satu kalimat.

Contoh :
Kalau kumati dia mati iseng sendiri
(puisi “Cintaku Jauh di Pulau” karya Chairil Anwar)

h. Elipsis adalah gaya bahasa yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca.

Contoh :
Malam tiba ibu tertidur
Bapak lama sudah mendengkur
Di pantai pasir berdesir gelombang
Tahu si anak tiada pulang
(puisi “Si Anak Hilang” karya Sitor Situmorang)

i. Eufimisme adalah gaya bahasa penghalus untuk menjaga kesopanan atau menghindari timbulnya kesan yang tidak menyenangkan.

Contoh :
Mata pisau itu tak berkejap menatapmu;
kau yang baru saja mengasahnya
berpikir : ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam
ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu
(puisi “Mata Pisau” karya Sapardi Djoko Damono)

j. Litotes adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri.

Contoh :
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
(puisi “Aku” karya Chairil Anwar)

k. Pleonasme adalah gaya bahasa yang memberikan keterangan dengan kata-kata yang maknanya sudah tercakup dalam kata yang diterangkan atau mendahului, atau penggunaan kata yang mubazir yang sebesarnya tidak perlu.

Contoh :
Di kolam yang kotor
Tersimpan air kotor sisa sampah
(puisi “Kolam II” karya Utomo.S.)

l. Tautologi adalah gaya bahasa yang mengulang sebuah kata dalam kalimat atau mempergunakan kata-kata yang diterangkan atau mendahului.

Contoh :
Seluruh desa bertanya-tanya
Sudah beranak sudah berapa?
Si anak hilang berdiam saja
Ia lebih hendak bertanya
(puisi “Si Anak Hilang” karya Sitor Situmorang)

m. Perifrasis adalah gaya bahasa yang dalam pernyataannya sengaja menggunakan frase yang sebenarnya dapat diganti dengan sebuah kata saja.

Contoh :
Tidak tahu Romeo dan Juliet berpeluk di kubur atau diranjang,
(puisi “Catetan th.1946” karya Chairil Anwar)

n. Prolepsis atau Antisipasi adalah gaya bahasa dimana orang mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi.

Contoh :
Aku menanti gagak jadi putih kuda
Bertanduk minta telor pada kerbau
Kami sama berjalan di tengah hari
(puisi “Mengurung Burung” karya Rusli Marzuki Saria)


o. Erotesis/pertanyaan retoris adalah gaya bahasa berupa pengajuan pertanyaan untuk memperoleh efek mengulang tanpa menghendaki jawaban, karena jawabannya sudah tersirat di sana.

Contoh :
Akankah esok kita jumpa lagi Ramadhan?
(puisi “Ramadhan” karya Utomo.S.)

Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita kasihku?
Dengan senja samara spoi pada masa purnama meningkat naik.
(puisi karya A. Hamzah)

p. Koreksio atau Epanortosis adalah gaya bahasa yang mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya.

Contoh :
Hatiku haus ‘kan kebenaran
Berikan jawab di hatiku sekarang
(puisi “Kucari Jawab” karya JE Tatengkeng)

q. Hiperbola adalah gaya bahasa yang memberikan pernyataan yang berlebih-lebihan.

Contoh :
Darah kami panas selama
Badan kami tertimpa baja
Jiwa kami gagah perkasa
Kami akan mewarna di angkasa
Kami pembawa ke Bahgia Nyata
(puisi “Siap Sedia Kepada Angkatanku” karya Chairil Anwar)

r. Paradoks adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.

Contoh :
Matahari
Sampai kapan apimu meredup
Gaib bersama bumi
(puisi “Matahari” karya Utomo.S.)


2. Kiasan

Adapun jenis-jenis dari gaya bahasa kiasan yaitu, sebagai berikut :
a. Persamaan/simile adalah bahasa kiasan berupa pernyataan satu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata pembanding.
Contoh :
Hatinya pun berurusan cinta kasih
Seperti jendela terbuka bagi angina sejuk.
(puisi tentang kemanusiaan karya W.S. Rendra)

b. Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan suatu benda tertentu dengan benda lain yang mempunyai sifat sama.
Contoh :
Kesabaran adalah bumi
Kesadaran adalah matahari
Keberanian menjelma kata-kata
Dan perjuangan adalah pelaksana kata-kata
(sebuah bait dalam puisi Rendra)

c. Alegori adalah gaya bahasa yang membandingkan kehidupan manusia dengan alam.
Contoh :
Musim datang lagi
Pengalaman menyilih lagi
Angin datang lagi intuisiku
Terbang lagi
(puisi “Mengurung Burung” karya Rusli Marzuki Saria)

d. Personifikasi adalah gaya bahasa yang mengumpamakan benda mati sebagai makhluk hidup.

Contoh :
Akhirnya peluit pun dibunyikan
Buat penghabisan kali kugenggm jarimu
Lewat celah kaca jendela
Lalu perlahan-lahan jarak antara kita
Mengembang jua
Dan tinggallah rel-rel, peron dan lampu
Yang menggigil di angin senja
(puisi “Perpisahan” karya Elha)

e. Alusi adalah gaya bahasa yang menghubungkan sesuatu dengan orang, tempat atau peristiwa.
Contoh :
Kawan, kawan
Menepis segar angina terasa
Lalu menderu menyapu awan
Terus menembus surya cahaya
Memencar pencar ke penjuru segala
Riang menggelombang sawah dan hutan
(puisi “Siap Sedia” karya Chairil Anwar)

f. Eponim adalah gaya bahasa yang menyebut nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai sebagai tempat atau pranata.
Contoh :

Dan di teras tinggi sore hari
Di rumputan Taman Wirasakti
Kutahu
Lembut dadamu
(puisi “Bukittinggi” karya Hartojo Andangdjaja)

g. Epitet adalah gaya bahasa yang berupa keterangan yang menyatakan sesuatu sifat atau ciri yang khas dari seseorang atau suatu hal.

Contoh :
Seruling di pasir tipis, merdu
Antara gundukan pohon pina
Tembang menggema di dua kaki
Burangrang – Tangkubanprahu
(puisi “Tanah Kelahiran” karya Ramadan K.H)

h. Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama sebagian sebagai nama pengganti barang sendiri.

Contoh :
Dan pelor pembayar pajak
Negeri ini
Ditembuskan ke punggung
Anak-anaknya sendiri (puisi “Jalan Segara” karya Taufiq Ismail)

i. Metonimia adalah gaya bahasa yang menggunakan nama barang, orang, hal, atau ciri sebagai pengganti barang itu sendiri.
Contoh :
Diatas roda-roda baja mereka berkendara
Mereka berlomba dengan surya menuju gerbang kota
(puisi “Perempuan Perempuan Perkasa” karya Hartoyo Andangjaya)

j. Antonomasia adalah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang menggunakan gelar resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri.
Contoh :
Walau penyair besar
Takkan sampai sebatas ALLAH
Dulu pernah kuminta Tuhan
(puisi “Walau” karya Sutardji Calzoum Bachri)

k. Ironi adalah gaya bahasa yang bersifat menyindir dengan halus.
Contoh :
Dengan sabar dan tabah
Sampai hujan turun membasahi bumi
(puisi “Nanti, Nantikanlah!” karya Waluyati)

l. Satire adalah gaya bahasa sejenis argumen atau puisi atau karangan yang berisi kritik sosial baik secara terang-terangan maupun terselubung.
Contoh :
Aku lalai di pagi hari
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu miskin harta
(Bait II puisi “Menyesal” karya M. Ali Hasymi)

m. Antifrasis adalah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang menggunakan sebuah kata dengan makna kebalikannya.
Contoh :
Aku melihat mukanya bagai boneka
Rambutnya yang harum semerbak bunga
Matanya bintang yang bersinar
Kulitmu yang putih
(puisi “Bidadariku kado ulang tahun adikku, Aulia Murti” karya utomo soconingrat)

n. Paranemasia adalah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang berisi penjajaran kata-kata yang sama bunyinya, tetapi berlainan maknanya.
Contoh :
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
(puisi “Sajak Putih” karya Chairil Anwar)

o. Hipalase adalah gaya bahasa yang berupa sebuah pernyataan yang menggunakan kata untuk menerangkan suatu kata yang seharusnya lebih tepat dikarenakan kata yang lain.

Contoh :
Rumput kering kemuning
Terhampas luas.
(puisi “Nanti, Nantikanlah!” karya Waluyati)

profil

PROFIL EKA SUTRISNI ( 1989 – 2010 )



Nama saya Eka Sutrisni, saya dilahirkan di Jambi pada tanggal 29 januari 1989. Saya terlahir dari keluarga yang sederhana, Saya anak pertama dari dua bersaudara adik saya bernama Rahmat Ramadhan, Ibu saya bernama Darmi Priati dan Ayah saya bernama M.Zuhdi.
Pada usia 5 ½ tahun Saya bersekolah di SD Negeri 84 jambi. Pada waktu saya duduk di kelas 6, saya dan 5 orang teman saya menampilkan tarian dalam rangka perpisahan kelas 6, yang mana saya menampilkan tarian Serampang Laut. Dan saya pun juga ikut dalam paduan suara. Saya senang sekali bisa tampil dalam acara perpisahan.
Dan setelah tamat dari SD tahun 2001, saya melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Kumpeh Ulu yang berada di kawasan Kasang Pudak. Yang mana SLTP Negeri 2 Kumpeh Ulu sekarang berubah menjadi SLTP 8 Muara Jambi. Pada waktu SLTP saya mengikuti salah satu kegiatan ekstrakurikuler yang bagi saya menantang, ekstrakurikuler yang saya ikuti pada masa SMP yaitu Pramuka. Selama saya mengikuti pramukan banyak hal-hal yang positif yang saya pelajari di luar sekolah, selain saya mendapatkan pengalaman,saya juga banyak mendapatkan teman yang berbeda karakternya. Saya pun juga pernah mengikuti kemah,yaitu PERSAMI (Perkemahan Sabtu Minggu), KWARCAB (Kwartir Cabang) dan KWARDA (Kwartir Daerah).
Setelah tamat dari SLTP tahun 2003, saya pun melanjutkan sekolah di SMK Negeri 2 Jambi yang berada di kawasan pasir putih. Di SMK Negeri 2 jambi saya masuk jurusan Akuntansi. Masa SMA saya pernah mengikuti 3 (tiga) kegiatan eksrakurikuler yaitu Pramuka, PMR, dan Theater. Dari kelas 1- 3 saya aktif dalam kegiatan theater. Mengapa saya aktif di teather? “ karena saya senang bermain drama dan berkeinginan untuk menjadi artis. Selama saya megikuti kegiatan Theater, 2 kali saya tampil dalam perlombaan OTF (Oranye Theater Festival) di Taman Budaya Jambi dan sekolah SMK N 2 Jambi pun mendapat juara 1 umum dalam perlombaan itu. Setelah saya tamat dari sekolah saya pun meninggalkan kegiatan Theater. Saya berhenti Pramuka waktu kelas 2, karena saya akan PKL. Saya berhenti ikut PMR pada waktu mau naik kelas 2, karena saya kurang begitu menyukai PMR. Pada waktu kelas 1 SMK saya mengikuti Perkemahan KWARDA pada akhir tahun.
Pada waktu kelas 2 SMK saya PKL selama 4 bulan di suatu perusahaan swasta yaitu PT.Nusa Citra Sarana yang bergerak dibagian BBM ( Bahan Bakar Minyak ) yaitu Pom Bensin. Saya di perusahaan itu ditepatkan pada bagian Administrasi. Setelah 4 bulan PKL, saya diberi pekerjaan untuk bekerja di perusahaan tersebut yang mana pada saat itu perusahaan tersebut sedang mencari karyawan dan pada akhirnya mereka memberi kepercayaan pada saya untuk bekerja di perusahaan itu. Tapi sayangnya saya hanya bekerja selama 2 bulan, dikarenakan saya harus mengikuti les untuk ujian kelulusan. Alhamdulillah selama 2 bulan saya bekerja diperusahaan itu, saya mendapatkan pengalaman bekerja dan saya senang bekerja diperusahaan itu karena manager diperusahaan itu mengerti dengan kondisi saya sebagai pelajar dan menghargai saya sebagaimana karyawan yang lain meskipun saya hanya bekerja selama 3 jam.
Setelah saya tamat dari SMK Negeri 2 Jambi tahun 2006 saya bekerja membantu orangtua saya selama 3 tahun (2006- 2009) sebagai sales yang mana ayah saya bekerja menjadi penjual yang menjual barang-barang ke luar kota yang istilah kasarnya ngampas dan saya membantu berjualan keluar kota seperti sabak dan tungkal. Selama 3 tahun itu saya merasakan bagaimana susahnya orangtua saya mencari uang dan memberi nafkah keluarganya. Saya senang bisa membantu orangtua saya berjualan, saya pun tak malu dengan pekerjaan itu karena pekerjaan itu halal. Disamping saya bisa membantu orangtua saya berjualan, juga bisa tahu daerah sabak dan tungkal. Saya juga memiliki pengalaman lain seperti pada tahun 2008 bulan Januari sampai April saya bekerja di counter, pada bulan November sampai April 2009 saya pernah menjadi penyiar Radio Manggis 96 fm, meskipun baru training saya senang, dan saya juga pada tahun 2010 bulan Mei, training menjadi penyiar di Radio GSP 101.1 fm. Saya pun pada tanggal 22 Juni 2010 menjadi panitia dalam kegiatan perkemahan Selasa Rabu akhir semester tingkat SD. Kegiatan perkemahan itu diadakan di salah satu SD yaitu SD Negeri 61 Muara Jambi yang bertempat di Kasang Pudak.
Dan di tahun 2009-2010 saya melanjutkan ke perguruan tinggi di UNIVERSITAS BATANGHARI JAMBI. Yang mana saya di perguruan tinggi tersebut memilih jurusan FKIP BAHASA INDONESIA. Saya mengambil jurusan itu karena cita-cita saya untuk menjadi guru yang mana cita-cita saya itu menjadi harapan orangtua saya. Semoga dengan pilihan saya ini tidak salah dalam mencapai cita-cita saya dan harapan orangtua saya. Amin…
Dan diperguruan tinggi UNIVERSITAS BATANG HARI JAMBI ini saya mengikuti salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni dan Budaya Aek Ngalir yang mana saya memilih bidang Theater. Saya memilih bidang Theater karena saya waktu SMK lebih dominan mengikuti Theater, jadi saya ingin memperdalam lagi bidang Theater ini.
Semoga dengan pengalaman-pengalaman yang saya dapatkan selama masa sekolah hingga saat ini, saya bisa mendapatkan pelajaran dalam hal positif dan dapat menuntun saya hingga ke depan nanti. Dan dengan kegiatan-kegiatan yang saya lakukan bisa menambah wawasan serta pengetahuan saya sampai masa tua nanti.

Senin, 02 Mei 2011

Standar Kompetensi Lulusan SMP

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN
(SKL) SMP/MTS
1. Siswa mampu membaca dan memahami berbagai ragam wacana tulis (artikel, berita, opini/ tajuk, grafik, tabel, bagan), berbagai karya sastra berbentuk puisi, cerpen, novel dan drama, serta membaca cepat dan membaca nyaring.
• Membaca dan memahami berbagai bentuk wacana tulis (artikel, berita, opini/tajuk, grafik, tabel, bagan) dan karya sastra puisi, cerpen, novel, drama yang mencakup:
- gagasan utama paragraf
- kritikan isi bacaan
- kesamaan informasi dari beberapa media
- perbedaan penyajian beberapa media
- fakta, pendapat, kesimpulan
- gagasan utama dan pendukung opini/tajuk
- fakta dan opini tajuk
- keberpihakan penulis
- opini sendiri tentang isi opini/tajuk
- kesimpulan isi opini/tajuk
- isi grafik, tabel, bagan
- unsur intrinsik puisi
- unsur intrinsik cerpen
- unsur intrinsik novel
- unsur intrinsik drama
2. Siswa mampu menulis karangan nonsastra dengan menggunakan kosakata yang bervariasi dan efektif dalam bentuk buku harian, surat resmi, pesan singkat,laporan, petunjuk, rangkuman, slogan dan poster, iklan baris, teks pidato, karya ilmiah, dan menyunting serta menulis karya sastra puisi dan drama.
• Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan pengalaman dalam berbagai wacana tulis berupa:
- buku harian
- pesan singkat (Memo)
- laporan
- surat pribadi
- surat resmi
- petunjuk melakukan sesuatu
- rangkuman
- slogan dan poster
- iklan baris
- teks pidato
- karya ilmiah
- puisi
- drama
• Menyunting berbagai ragam teks berpedoman pada ketepatan ejaan, tanda baca, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana.
Lubis Grafura
Tentor Prigama Cab. Blimbing Malang.
Diambil dari Data Ujian Nasional Primagama Cab. Blimbing Malang.
©Hak Cipta pada Pusat Penilaian Pendidikan – BALITBANG – DEPDIKNAS

Minggu, 01 Mei 2011

langkah-langkah membaca puisi

Cara membaca puisi yang benar adalah melalui langkah-langkah sebagai berikut :

a. Membaca puisi dalam hati untuk mengetahui suasana puisi (gembira, sedih, semangat, dan sebagainya).

b. Menentukan jeda, baik pada tengah maupun akhir baris.

c. Menentukan bagian-bagian yang mendapatkan tekanan keras, lembut, cepat, atau lambat.

d. Dalam pembacaan puisi, pengucapan vokal dan konsonan harus jelas.

e. Gerakkan tubuh seperti kepala, tangan, hentakan kaki dapat digunakan untuk mempertegas kesan.

f. Mimik serta gerakan tubuh harus sesuai dengan suasana puisi.